SEMPENA

Oleh Ahlul Fadli

Pernyataan tamu negara buat Dafit ingin belajar keroncong.

Ilustrasi oleh Ari MS

Dafit Marpaung. Mahasiswa ‘08 Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UR. Awal Agustus 2010. Riau Televisi (Rtv), peringati ulang tahun Riau ke-53 di Gedung Juang 45 Pekanbaru. Dafit salah satu penyanyinya.

Ia tampil bersama grup musik orkestra. Mereka nyanyikan tembang-tembang Melayu. Dafit bawakan lagu berirama keroncong saat itu.
“Aku sangat suka keroncong,” kata Dafit. Bahkan, ia bisa masuk ke Universitas Riau (UR), berkat keroncong. Ia masuk UR melalui jalur PMP (Penelusuran Minat dan Prestasi).

Dafit mulai tertarik dengan keroncong saat ikut lomba di istana negara. “Lomba paduan suara.” Lomba itu se-Indonesia, antar pelajar dan mahasiswa. Ia masih SMA kala itu. Di grup paduan suara, ia ‘pegang’ suara bass. “Kadang-kadang bantu tenor juga.”

Dafit salah satu perwakilan terbaik dari Riau. Beberapa tamu mancanegara puji penampilannya. “Orang Indonesia pandai bernyanyi keroncong, pasti kamu juga bisa,” ujar seorang tamu negara. Tapi ia tak bisa. “Kalau seriosa saya bisa,” kata Dafit saat itu.

Pernyataan itu buat Dafit tertantang. Masih di istana, ia minta diajarkan nyanyi keroncong. “Agak susah. Tapi saya suka tantangan. Lagi pula keroncong musik asal Indonesia,” kata Dafit.

Di istana pula ia dapat informasi, dalam waktu dekat, ada seleksi penyanyi. Yang bikin Radio Republik Indonesia (RRI) pusat. Seleksi ini tak khusus buat penyanyi keroncong. “Saya bertekad ikut dan membawakan lagu keroncong.” Tiba di Pekanbaru, Dafit langsung mencari pelatih keroncong.

Tukijo Harjo Prawiro. Ia pelatih keroncong Dafit. “Guru seriosa aku yang kenalkan.” Dafit tak lama belajar keroncong dengan Tukijo. Hanya dua bulan.
Saat kontes tiba. Dafit ikut seleksi di Pekanbaru. Lolos. Ikut lagi seleksi tingkat Riau. Lolos juga. Ia pun mewakili Riau ikut seleksi tingkat nasional. Seleksi dilakukan Juni 2008 di Istana Bogor. Umurnya 17 tahun saat itu.

Ada 22 peserta ikut kontes. Dafit urutan 8. Saat tampil, ia bawakan lagunya Gesang berjudul Bumi Emas Tanah Air. Selain Gesang, Dafit juga idolakan Sundari Sukoco dan Toto Salmon.
Tiba pengumuman juara. Juara tiga, dua, dan satu. “Saat juara satu mau diumumkan, aku malah sibuk cari nomor pesertaku yang lepas.” Dan nama Dafit terpanggil. “Kaget. Tak nyangka. Tak ada feeling bisa juara.”

Ya, Dafit Marpaung meraih juara pertama di kontes tingkat nasional itu. Dan ia bawakan lagu keroncong. Aliran musik yang belum lama dipelajarinya. Begitu namanya disebut sebagai juara pertama, semua tamu langsung menyalaminya. “Mulai dari tamu negara, para menteri, dan undangan lainnya,” ujarnya bangga.

Selain seriosa dan keroncong, jazz, Dafit bisa balad, pop, R&B, melayu, dangdut, sampai khasidah. “Tapi keroncong tersulit.” Bagi Dafit, bernyanyi keroncong perlu teknik vokal yang baik, instrumen musik lengkap dan bersatu, serta butuh ketelitian, kecermatan, dan penghayatan tinggi dari penyanyinya.

Meski tersulit—dari sekian banyak aliran musik yang dikuasai—Dafit paling suka keroncong. “Syairnya unik, iramanya klasik, lagunya khas dan tradisional.” Yang paling susah dari keroncong, “Cengkoknya.”
Berbagai prestasi ia raih. Di antaranya Peringkat lima Peksiminas (Pekan seni mahasiswa nasional), pemeran terbaik lomba teater se-Indonesia, juara dua lomba syair se-Riau, dan juara satu paduan suara gerajawi nasional di Samarinda.

Dafit sungguh suka keroncong—aliran musik yang jarang disukai anak muda. “Di Malaysia, keroncong sangat digemari. Selalu jadi pengiring di setiap acara kerajaan. Sungguh sayang, di negeri keroncong berasal, responnya sangat minim.”

Keinginan terbesar Dafit, buat grup paduan suara dan komunitas seni tradisional di FKIP UR. ***

Tinggalkan komentar