Hari Bumi Duduki Chevron

Oleh Judith Scherr

RICHMOD, CALIFORNIA (IPS) – TAHUN ini, Hari Bumi di Richmond, California, dirayakan lebih dari sekadar menanami kebun organik atau mengeksplorasi panel surya.

Duduki Richmond dan sebuah koalisi dari kelompok progresif bergabung pada 20 April dalam Duduki Hari Bumi dan membidik Chevron, salah satu korporasi terkaya di dunia. Perusahaan raksasa yang mengumpulkan laba 27 milyar dolar (setara Rp 243 trilyun) setiap tahun ini mengoperasikan kilang minyak di Richmond dan, menurut penyelenggara Duduki Hari Bumi, penyumbang polusi terbesar di kota tersebut.

“Hari Bumi adalah hari patria tempat kita hidup, satu hari umat manusia, dari kita yang bermukim dan bermain dan bekerja di atas tanah yang kita sebut bumi,” kata aktivis Jose Rivera dari Richmond di tengah kerumunan di stasiun kereta bawah tanah Richmond, sebelum pawai ke balai kota.

“Ini tanah kami dan perusahaan seperti Chevron … mencemari tanah kami, mencemari udara kami, mencemari air kami. Kami melakukan (pawai) ini bersama-sama agar masyarakat Richmond tahu … apa yang sekarang kami lakukan di Richmond, California, melawan (kelompok) 1 persen: Chevron.”

Kilang minyak berusia 100 tahun berdiri di tanah seluas 2.900 hektar, atau sekitar 13 persen dari luas wilayah Richmond. Ia mengolah 240.000 barel minyak mentah per hari yang menghasilkan beragam produk minyak bumi dan mempekerjakan 2.900 orang; enam persen dari mereka tinggal di Richmond.

Berlokasi di San Francisco Bay Area, sekitar 2/3 dari 103.000 penduduk Richmond merupakan warga Latin dan Afro-Amerika. Kota ini menghadapi masalah pengangguran lebih dari 15 persen dan bergumul dengan kejahatan tinggi, kemiskinan, dan sekolah-sekolah yang kekurangan dana.

Politik kota, hingga beberapa tahun belakangan, dikendalikan Chevron. Pada 2006, Gayle McLaughlin, anggota Partai Hijau yang menolak sumbangan kampanye dari perusahaan, terpilih sebagai walikota.

Pada 2010, Chevron menghabiskan lebih dari satu juta dolar (Rp 9 milyar) guna mendukung dua kandidat dewan kota yang pro-Chevron dan penantang walikota, menurut blog Richmond Confidential. Salah satu kandidat yang disokong Chevron menduduki kursi dewan, yang lainnya kalah.

Sebagian karena putusan Mahkamah Agung 2008 dalam kasus Citizens United, kelompok advokasi dari sayap kanan yang didanai korporat, versus Komisi Pemilu Federal, Chevron menghabiskan sekitar 10 juta dolar (Rp 90 milyar) pada pemilu 2009-2010 untuk mempengaruhi pemilu negara bagian dan lokal di California dan dana tambahan 3.8 juta dolar (Rp 34 milyar) guna melobi pejabat negara bagian California, menurut Antonia Juhasz, dalam The True Cost of Chevron.

“Dengan melawan Chevron hari ini, kita menunjukkan bahwa kita tak akan didominasi lagi,” kata McLaughlin dalam pawai akbar. Perempuan walikota ini menekankan kemenangan perlawanan masyarakat atas kontrol Chevron beberapa tahun terakhir.

“Keberhasilan itu karena gerakan akar rumput meningkatkan suara kolektif untuk kepentingan mereka sendiri, untuk pemberdayaan mereka sendiri,” kata McLaughlin. “Itulah mengapa saya mendukung Gerakan Duduki ini secara keseluruhan, karena ini semua tentang pemberdayaan. Itulah satu-satunya cara kita akan mengubah masyarakat.”

Kemenangan masyarakat terbaru adalah kekalahan klaim Chevron bahwa mereka telah membayar lebih dari semestinya atas pajak properti 2007-2009 sekira 79 juta dolar, karena daerah itu menggelembungnya nilai kilang minyak. Membayar kembali sejumlah uang akan menyakiti kota yang kekurangan dana dan lembaga publik lain menikmati keuntungan dari pajak properti.

Namun dewan banding menetapkan bahwa nilai properti bahkan lebih besar dari taksiran nilai sebelumnya. Jadi, bukan kota berutang jutaan dolar pada Chevron; Chevron-lah yang berutang pada Richmond sekira 27 juta dolar.

Para orator aksi mengutuk keras peran kilang minyak dalam mencemari kota dan efek emisi gas rumah kaca yang membuat Richmond berada dalam tingkat tertinggi penyakit asma, jantung, dan kanker. Pada 2009 dan 2010, Dewan Sumber Daya Udara California menempatkan kilang minyak Richmond sebagai penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di negara bagian tersebut.

McLaughlin langsung menunjuk korporasi dalam pidatonya: “Chevron, Anda telah berada di kota ini selama lebih dari 100 tahun. Anda telah menghujani polusi Anda di atas kepala masyarakat, dan ke dalam paru-paru kami, dan akibatnya kami menduduki peringkat tertinggi dalam penyakit asma di negara bagian ini.”

Richmond menghadapi kemungkinan lebih banyak polusi, menurut Jessica Tovar dari Communities for a Better Environment, sebuah organisasi yang berjuang melawan rasisme lingkungan hidup. Terutama, di antara penduduk yang tinggal dalam radius satu mil dari pengilangan, 79 persen adalah penduduk kulit berwarna dan 25 persen hidup di bawah garis kemiskinan nasional.

Dalam pawai akbar, Tovar menjelaskan Chevron ingin membangun fasilitas baru di atas lahannya yang akan memungkinkan pengolahan minyak mentah yang lebih berat. Namun mengolah minyak mentah yang kotor dan lebih berat membuat masyarakat lebih berisiko.

“Ketika Anda mengolah minyak kotor dan lebih berat, Anda akan menjalankan kilang minyak dalam kondisi tekanan dan suhu lebih besar.”

IPS berusaha menelepon Chevron tapi tak mendapat tanggapan sebelum penerbitan artikel ini.

Dalam publikasi tahun 2010, “Chevron Richmond Today”, perusahan itu menulis telah memperkuat upaya mengurangi emisi dari kilang minyak dan berhasil mengurangi flaring (proses pelepasan tekanan dari sistem) sebesar 97 persen antara 2007 dan 2008.

Publikasi itu mengutip Tim Burchfield, seorang spesialis lingkungan dari Perusahaan Produk Chevron. “Kami kembali mengurangi emisi pada 2009, saat kami berada dalam emisi terendah atas sulfur dioksida, dan nyala gas ventilasi di kilang minyak Bay Area,” ujar Burchfield.

Di balai kota, demonstran, yang melintasi jalan-jalan Richmond dengan pin merah muda, disambut dengan teater jalanan, pidato-pidato, dan musik. Makanan disediakan Duduki Oakland –kota ini terletak sekitar 19 kilometer dari Richmond.

Berbeda dari kegiatan Duduki Oakland, di mana para aktivis sering berbenturan dengan polisi dan pejabat kota –dan gerakan Duduki dihalangi oleh pegawai kota untuk berorasi di tempat aksi– Walikota McLaughlin membantu logistik Duduki Hari Bumi, menjamin kamar mandi balai kota tersedia bagi para demonstran setelah jam kerja normal. Sejumlah polisi Richmond mengikuti pawai dan mengamati kegiatan dari kejauhan.

Dalam sambutannya di depan demonstran, McLaughlin memberi pujian pada Gerakan Duduki. “Musim gugur yang lalu, saat Gerakan Duduki benar-benar dikenal, kita di Richmond berpelukan karena kita bekerja dalam gerakan progresif ini sekian lama.”

“Jadi sekarang kita punya sejawat; kita memiliki sebuah gerakan di seluruh negeri dan kita terus membesarkan gerakan ini dan kita terus memberdayakan satu sama lain.” *

 

Translated by Fahri Salam
Edited by Budi Setiyono
Naskah ini dipublikasikan atas kerjasama Yayasan Pantau dan IPS Asia-Pasifik

Tinggalkan komentar